""

14 September, 2010

Lukisan Cina

Loquats and Mountain Bird lukisan zaman Dinasti Song Selatan (1127-1279).  (WIKIPEDIA)

Loquats and Mountain Bird lukisan zaman Dinasti Song Selatan (1127-1279). (WIKIPEDIA)

(Epochtimes.co.id)

Lukisan China memiliki warisan sejarah panjang dan asal-usul budaya yang luas dan mendalam. Dia menekankan konsepsi artistik dan alam lain yang diwujudkan dalam suatu obyek.

Melalui penggambaran terhadap karakter, obyek atau pengaturan, pemirsa dapat beresonansi dan menghargai standar estetika yang tepat serta batas-batas moralitas, sehingga menangkap maksud yang diartikulasikan dari kebenaran mendalam pada kehidupan dan alam yang lebih tinggi.

Ada tiga jenis utama konsepsi artistik dalam lukisan China, yakni:

-Terbuka dan jujur, alami dan tenang, serta harmonis;

-Mulia, elegan, indah, patung, megah dan tenang, khidmat,

-Tenang dan serius.

Secara historis, ini merupakan tiga gaya artistik yang dihargai dan dipuji. Sebuah karya dianggap bagus jika bertemu dengan salah satu dari tiga standar tersebut.

Berpijak pada pakem tersebut, jika sebuah karya seni juga menyampaikan sikap loyalitas, keadilan dan kejujuran, atau kesederhanaan klasik yang elegan, maka akan lebih dihargai. Lukisan dewa, Buddha, alam semesta yang luas dan karakter individu seperti halnya bunga plum, anggrek, bambu, dan bunga krisan merupakan contoh yang khas.

Wu Daozi, seorang seniman zaman Dinasti Tang, dihormati sebagai “dewa lukisan”. Dia melukis mural Buddha dan Tao dengan berbagai ekspresi pada empat ratus lebih kamar di Chang’an dan Kuil Luoyang.

Lukisannya menampilkan kekhidmatan ilahi dan kemuliaan kerajaan suci surgawi. Ketika ia melukis di Kuil Xingshan, Chang’an (secara harfiah Xingshan bermakna mempromosikan kebaikan), penduduk Chang’an, termasuk kaum muda dan orang tua, datang untuk menonton, mengagumi dan memujinya.

Karya lukisnya telah menyentuh hati orang dengan menampilkan cahaya ilahi dan dambaan kemuliaan. Belas kasih Ilahi dan kebajikan murni adalah sumber inspirasi bagi kreativitas pelukis, juga merupakan daya magnet bagi penonton. Masyarakat menjadi lebih yakin bahwa kebaikan dan kejahatan akan menerima balasan, dan mereka menjadi lebih yakin dalam mengambil keputusan untuk berkultivasi.

Pelukis zaman Dinasti Tang, Yan Liben, yang melukis wajah kaisar pertama Dinasti Tang, Li Shimin (The True Semblance of Taizong) dan kabinetnya (The Twenty-four Lingyan Cabinet Officials with Outstanding Contributions) begitu mirip dengan aslinya sehingga mereka memberikan gelar penghargaan sebagai “Dewa lukisan”.

Karyanya yang berjudul “Wilayah Barat”, melukiskan karakter dan kegiatan kelompok minoritas yang berbeda dan terpencil, mencerminkan hubungan ramah dan harmonis di antara kelompok etnis yang berbeda pada zaman Dinasti Tang.

Karya lukis lainnya, “Wei Zheng Mendesak”, melukiskan pejabat Wei Zheng tengah memberikan saran yang tulus dan jujur kepada Kaisar Taizong, serta menampilkan kebajikan kaisar dalam kesediaannya menerima saran tersebut. Seluruh lukisannya mengagungkan kemuliaan dan kemakmuran Dinasti Tang dan memberikan semangat yang kuat bahwa masyarakat akan kembali pada hal yang sangat dirindukan selama ini.

Penggunaan “metafora untuk kebajikan” adalah salah satu ciri khas kebudayaan China. Menggambarkan kesetaraan antara obyek tertentu dan kebajikan manusia. Misalnya, bambu melambangkan kesucian, bunga plum disamakan dengan kekuatan karakter, bunga krisan melambangkan keberanian moral dan seterusnya, yang memuji berbagai kebajikan manusia.

Pelukis Dinasti Yuan, Wang Mian, menghimbau dengan mencontohkan dirinya sendiri dalam berkarya bunga plum. Sebagai tambahan dalam komposisi artistiknya, ia menulis puisi, sehingga menyampaikan makna yang luar biasa dalam lukisannya.

Lukisan China sangat memperhatikan pada makna dan konotasi yang disajikan lukisan tersebut. Ketika pemirsa beresonansi dengan pelukisnya, pemirsa akan memahami alam pikiran sang pelukis tanpa perlu penjelasan. Pelukis tidak hanya piawai dalam teknik dan menciptakan komposisi yang sempurna, tetapi juga berkarakter moral yang agung.

Dalam literatur China kuno tentang lukisan, tertulis, “Mereka yang ingin belajar melukis, pertama-tama harus membangun karakter moral yang baik, maka lukisan mereka secara alami akan memancarkan aura keadilan dan kemuliaan. Karakter seseorang terlihat jelas dari tulisannya, ini juga berlaku pada lukisan. “Karakter moralitas dan latar belakang budaya yang dipahami pelukis secara langsung mempengaruhi kualitas lukisannya. Untuk menghasilkan karya yang baik dalam lukisan, yang pertama harus menjadi orang yang baik.

Konsepsi artistik lukisan China dapat mengaktifkan pemirsa untuk melampaui keterbatasan obyek dan pengaturan yang digambarkan dalam lukisan itu, serta memasukkan waktu tak terbatas dan ruang luar untuk mendapatkan sekilas metafisik kehidupan, sejarah dan alam semesta.

Seni dan segala sesuatunya, tidak dapat dipisahkan dari pedoman prinsip-prinsip. Meletakkan prinsip sejati dalam berkarya dan menyebarkan prinsip belas kasih dalam berbagai cara, bukan hanya tanggung jawab seniman, tapi juga setiap orang. (Zhi Zhen/The Epoch Times/fdz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...